Penguatan Riset Iptek Kunci Kembalikan Kekuatan Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam memiliki potensi besar,
sumber daya manusia, dan nilai Islam itu sendiri. Universitas
Islam sebagai pencetak cendikia Muslim, bisa mengembalikan
kekuatan Islam melalui terobosan-terobosan baru.
Dalam seminar internasional 'Peran Universitas Islam dan
Kebangkitan Dunia Islam', Kamis (6/2), Din Syamsuddin
mengungkapkan universitas Islam sangat mungkin
mengembalikan kejayaan Islam. Dunia Islam punya kekuatan
potensial dari jumlah sumber daya manusia yang 1,7 miliar,
sumber daya alam yang kaya termasuk barang tambang
kebutuhan dunia, nilai Islam sendiri, dan sejarah kejayaan.
Jadi Islam miliki pengalaman memegang supremasi dunia.
Sekarang, kawasan pertumbuhan mulai bergeser dari barat ke
Asia Pasifik.
Ada kesenjangan yang membuat potensi itu belum membuat
Islam kembali mencuat, salah satunya adalah kurangnya
penguasaan atas ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Itu adalah kekuatan pendorong kemajuan. Hadits dan sejarah
kita membuktikan itu, kejayaan hanya bisa diraih dengan
ilmu," kata Din.
Rektor Universitas Islam Omdurman Sudan Profesor Hasan
Abbas Hasan mengatakan universitas harusnya menjadi mesin
perubahan melalui edukasi dan riset saintifik. Diakuinya,
universitas Islam masih kurang dalam hal riset.
Riset sains yang kontinu menjadi kekuatan tersendiri. "Sayang
sekali jika banyak pengusaha kaya, tapi negara kurang dana
riset," kata dia.
Universitas juga harusnya menghasilkan luluskan yang bisa
berkontribusi untuk kembangkan komunitasnya, termasuk
dalam edukasi anak-anak di daerah kurang berkembang. Jadi
tak hanya kirim guru, tapi juga tenaga lain dari universitas.
Kurikulum harus didesain agar mahasiswa lebih kritis tak
hanya menghafal sehingga pemikirannya tidak berkembang.
"Dari orang yang kritis, kita akan punya banyak orang kreatif
menciptakan karya," kata Hasan.
Hal yang perlu dipertimbangkan juga adalah etika kerja
profesional. Jepang dan Korea lebih profesional. Padahal kita
memiliki Alquran yang memerintahkan kita untuk sungguh-
sungguh dalam bekerja.
Sementara itu, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Azyumardi Azra mengatakan perkembangan pendidikan harus
didukung kestabilan politik, perbaikan ekonomi, dan kerja
sama. Sayang, masih ada universitas Islam yang berorientasi
pada profit semata.
"Kita perlu memperbaiki peran universitas kemajuan bangsa.
Kita punya potensinya dan itu harus didukung kondisi
lingkungan," kata Azyumardi.
Pertama-tama adalah memperbaiki stabilitas bangsa. Saat ini
negeri Islam menghadapi Aran Spring yang sebenarnya adalah
permainan hidup mati konflik internal. Negara butuh sikap
kompromi dan akomodatif atas berbagai aliran dalam Islam
sebab konflik ini membuat semua pihak kalah.
"Tanpa keamanan kita tak bisa beraktivitas. Padahal semua
aktivitas kita adalah ibadah," kata dia.
Perbaikan ekonomi juga jadi hal penting. Indonesia mengalami
pertumbuhan ekonomi signifikan dalam 10 tahun terakhir ini.
Tapi itu saja tidak cukup, tanpa pemerataan.
Kejayaan masa lalu Islam juga jangan justru membuat kita
terjebak pada romantisme masa lalu. Bahkan ada yang meniru
masa lalu dengan sama persis tanpa mempertimbangkan
perkembangan situasi kekinian.
"Apa yang bagus di masa lalu, itu diambil. Yang pahit, jadikan
pelajaran," ungkapnya.
Tokoh Muslimah Indonesia, Tutty Alawiyah mengungkapkan
kemajuan bangsa tak bisa dilepaskan dari kemajuan
perguruan tingginya. Harus diakui, universitas Islam belum
mempunyai budaya riset yang kuat.
Perguruan tinggi Indonesia bahkan belum masuk dalam 500
universitas dunia. Harus diakui kita tertinggal karena
universitas sebatas pengajaran. Jepang, Korea, dan Cina
sangat bagus dukungan dan risetnya.
Ia memesankan tiga hal guna menguatkan peran universitas
Islam dalam kemajuan bangsa. Pertama, penguatan riset
dosen dan mahasiswa dengan mengubah cara dari mencari
ilmu jadi mencipta yang baru. Penelitian kini diusulkan
menjadi dharma pertama perguruan tinggi.
Ke dua, pengerucutan visi dosen, membangun ilmu dan
membangun karakter. "Perguruan tinggi kini ditantang
berinovasi untuk memajukan ekonomi, 'ekonomi berbasis
keilmuan'. Tapi harus hati-hati, jangan sampai jatuh pada
komesialisasi pendidikan," tutur Tutty.
Universitas, lanjut Tutty, harus bebas dari tekanan ekonomi
dan politik dengan tetap memperhatikan kebermanfaatan bagi
masyarakat.
Ke tiga, perguruan tinggi Islam harus mempunyai karakter
khusus sebagai keunggulan, yakni karakter Islam. Malaysia,
Korea dan Spore maju karena membangun karakter yang juga
diiringi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

sumber: m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/02/07/n0l8pu-penguatan-riset-iptek-kunci-kembalikan-kekuatan-islam

Komentar

Postingan Populer